Pulau Penang, Malaysia, memiliki banyak bangunan bersejarah. Benteng tua hingga tempat ibadah kuno berumur ratusan tahun masih berdiri kokoh. Siapa sangka, nenek moyang masyarakat Aceh juga pernah singgah bahkan membangun masjid di pulau tersebut.
Masjid megah itu bernama Masjid Melayu (Jamek) Acheh Pulau Pinang atau lebih dikenal dengan masjid Aceh.
Satu-satunya jejak para saudagar asal Indonesia yang berada di kota sejuk tersebut.Lokasi masjid berada di kawasan perdagangan padat di kota Penang. Menaranya yang mirip dengan pagoda sebuah kuil Cina membuat para pelancong tidak sulit untuk menemukannya.Tidak jauh berbeda dengan masjid di Indonesia, berbagai tanda larangan juga ditempel di seluruh area masjid. Mulai dari larangan menggunakan ponsel, larangan tidur, dan imbauan untuk menjaga keaslian arsitektur masjid."Kawasan ini awalnya dipenuhi oleh para pedagang asal Aceh, tapi sekarang sudah mulai bercampur dengan etnis melayu," kata Raffi, salah seorang warga di lokasi tersebut, Kamis (5/8/2009).
Masjid dengan nuansa kuning tersebut dibangun pada tahun 1808 Masehi. Sejarah masjid bermula pada tahun 1792, saat Tengku Syed Hussain Al-Aidid, seorang kerabat kerajaan Aceh datang dari Indonesia dan membuka sebuah kawasan perkampungan Islam di Pulau Pinang.
Tengku Syed Hussain Al-Aidid adalah seorang pedagang Aceh yang kaya ketika Pulau Pinang baru dibuka oleh Kapten Sir Francis Light pada akhir abad ke 18.Dengan kekayaan yang dimilikinya, Tengku Syed Hussain Al-Aidid kemudian membangun sebuah masjid di Lebuh Acheh. Ia juga membangun rumah, toko dan Satu-satunya jejak para saudagar asal Indonesia yang berada di kota sejuk tersebut.Lokasi masjid berada di kawasan perdagangan padat di kota Penang. Menaranya yang mirip dengan pagoda sebuah kuil Cina membuat para pelancong tidak sulit untuk menemukannya.Tidak jauh berbeda dengan masjid di Indonesia, berbagai tanda larangan juga ditempel di seluruh area masjid. Mulai dari larangan menggunakan ponsel, larangan tidur, dan imbauan untuk menjaga keaslian arsitektur masjid."Kawasan ini awalnya dipenuhi oleh para pedagang asal Aceh, tapi sekarang sudah mulai bercampur dengan etnis melayu," kata Raffi, salah seorang warga di lokasi tersebut, Kamis (5/8/2009).
Masjid dengan nuansa kuning tersebut dibangun pada tahun 1808 Masehi. Sejarah masjid bermula pada tahun 1792, saat Tengku Syed Hussain Al-Aidid, seorang kerabat kerajaan Aceh datang dari Indonesia dan membuka sebuah kawasan perkampungan Islam di Pulau Pinang.
Tengku Syed Hussain Al-Aidid adalah seorang pedagang Aceh yang kaya ketika Pulau Pinang baru dibuka oleh Kapten Sir Francis Light pada akhir abad ke 18.Dengan kekayaan yang dimilikinya, Tengku Syed Hussain Al-Aidid kemudian membangun sebuah masjid di Lebuh Acheh. Ia juga membangun rumah, toko dan Satu-satunya jejak para saudagar asal Indonesia yang berada di kota sejuk tersebut.Lokasi masjid berada di kawasan perdagangan padat di kota Penang. Menaranya yang mirip dengan pagoda sebuah kuil Cina membuat para pelancong tidak sulit untuk menemukannya.Tidak jauh berbeda dengan masjid di Indonesia, berbagai tanda larangan juga ditempel di seluruh area masjid. Mulai dari larangan menggunakan ponsel, larangan tidur, dan imbauan untuk menjaga keaslian arsitektur masjid."Kawasan ini awalnya dipenuhi oleh para pedagang asal Aceh, tapi sekarang sudah mulai bercampur dengan etnis melayu," kata Raffi, salah seorang warga di lokasi tersebut, Kamis (5/8/2009).
Masjid dengan nuansa kuning tersebut dibangun pada tahun 1808 Masehi. Sejarah masjid bermula pada tahun 1792, saat Tengku Syed Hussain Al-Aidid, seorang kerabat kerajaan Aceh datang dari Indonesia dan membuka sebuah kawasan perkampungan Islam di Pulau Pinang.
Tengku Syed Hussain Al-Aidid adalah seorang pedagang Aceh yang kaya ketika Pulau Pinang baru dibuka oleh Kapten Sir Francis Light pada akhir abad ke 18.Dengan kekayaan yang dimilikinya, Tengku Syed Hussain Al-Aidid kemudian membangun sebuah masjid di Lebuh Acheh. Ia juga membangun rumah, toko dan Madrasah Al-Quran.
Hasil usahanya ini secara tidak langsung telah mewujudkan sebuah pusat pengajian agama Islam dan pusat perdagangan antarbangsa yang terkenal di Pulau Pinang. Para pedagang-pedagang baru dari Melayu, Tanah Arab dan India pun berdatangan.
Setelah wafatnya Tengku Syed Hussain Al-Aidid pada pertengahan abad ke 19, wilayah di sekitar masjid Aceh terus berkembang. Para penduduk tidak hanya menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat perdagangan, namun juga menjaga
keaslian bangunan agar mampu menarik wisatawan.
(GENERASI ACEH MANDIRI)
Diolah dari berbagai sumber
Satu-satunya jejak para saudagar asal Indonesia yang berada di kota sejuk tersebut.Lokasi masjid berada di kawasan perdagangan padat di kota Penang. Menaranya yang mirip dengan pagoda sebuah kuil Cina membuat para pelancong tidak sulit untuk menemukannya.Tidak jauh berbeda dengan masjid di Indonesia, berbagai tanda larangan juga ditempel di seluruh area masjid. Mulai dari larangan menggunakan ponsel, larangan tidur, dan imbauan untuk menjaga keaslian arsitektur masjid."Kawasan ini awalnya dipenuhi oleh para pedagang asal Aceh, tapi sekarang sudah mulai bercampur dengan etnis melayu," kata Raffi, salah seorang warga di lokasi tersebut, Kamis (5/8/2009).
Masjid dengan nuansa kuning tersebut dibangun pada tahun 1808 Masehi. Sejarah masjid bermula pada tahun 1792, saat Tengku Syed Hussain Al-Aidid, seorang kerabat kerajaan Aceh datang dari Indonesia dan membuka sebuah kawasan perkampungan Islam di Pulau Pinang.
Tengku Syed Hussain Al-Aidid adalah seorang pedagang Aceh yang kaya ketika Pulau Pinang baru dibuka oleh Kapten Sir Francis Light pada akhir abad ke 18.Dengan kekayaan yang dimilikinya, Tengku Syed Hussain Al-Aidid kemudian membangun sebuah masjid di Lebuh Acheh. Ia juga membangun rumah, toko dan Satu-satunya jejak para saudagar asal Indonesia yang berada di kota sejuk tersebut.Lokasi masjid berada di kawasan perdagangan padat di kota Penang. Menaranya yang mirip dengan pagoda sebuah kuil Cina membuat para pelancong tidak sulit untuk menemukannya.Tidak jauh berbeda dengan masjid di Indonesia, berbagai tanda larangan juga ditempel di seluruh area masjid. Mulai dari larangan menggunakan ponsel, larangan tidur, dan imbauan untuk menjaga keaslian arsitektur masjid."Kawasan ini awalnya dipenuhi oleh para pedagang asal Aceh, tapi sekarang sudah mulai bercampur dengan etnis melayu," kata Raffi, salah seorang warga di lokasi tersebut, Kamis (5/8/2009).
Masjid dengan nuansa kuning tersebut dibangun pada tahun 1808 Masehi. Sejarah masjid bermula pada tahun 1792, saat Tengku Syed Hussain Al-Aidid, seorang kerabat kerajaan Aceh datang dari Indonesia dan membuka sebuah kawasan perkampungan Islam di Pulau Pinang.
Tengku Syed Hussain Al-Aidid adalah seorang pedagang Aceh yang kaya ketika Pulau Pinang baru dibuka oleh Kapten Sir Francis Light pada akhir abad ke 18.Dengan kekayaan yang dimilikinya, Tengku Syed Hussain Al-Aidid kemudian membangun sebuah masjid di Lebuh Acheh. Ia juga membangun rumah, toko dan Satu-satunya jejak para saudagar asal Indonesia yang berada di kota sejuk tersebut.Lokasi masjid berada di kawasan perdagangan padat di kota Penang. Menaranya yang mirip dengan pagoda sebuah kuil Cina membuat para pelancong tidak sulit untuk menemukannya.Tidak jauh berbeda dengan masjid di Indonesia, berbagai tanda larangan juga ditempel di seluruh area masjid. Mulai dari larangan menggunakan ponsel, larangan tidur, dan imbauan untuk menjaga keaslian arsitektur masjid."Kawasan ini awalnya dipenuhi oleh para pedagang asal Aceh, tapi sekarang sudah mulai bercampur dengan etnis melayu," kata Raffi, salah seorang warga di lokasi tersebut, Kamis (5/8/2009).
Masjid dengan nuansa kuning tersebut dibangun pada tahun 1808 Masehi. Sejarah masjid bermula pada tahun 1792, saat Tengku Syed Hussain Al-Aidid, seorang kerabat kerajaan Aceh datang dari Indonesia dan membuka sebuah kawasan perkampungan Islam di Pulau Pinang.
Tengku Syed Hussain Al-Aidid adalah seorang pedagang Aceh yang kaya ketika Pulau Pinang baru dibuka oleh Kapten Sir Francis Light pada akhir abad ke 18.Dengan kekayaan yang dimilikinya, Tengku Syed Hussain Al-Aidid kemudian membangun sebuah masjid di Lebuh Acheh. Ia juga membangun rumah, toko dan Madrasah Al-Quran.
Hasil usahanya ini secara tidak langsung telah mewujudkan sebuah pusat pengajian agama Islam dan pusat perdagangan antarbangsa yang terkenal di Pulau Pinang. Para pedagang-pedagang baru dari Melayu, Tanah Arab dan India pun berdatangan.
Setelah wafatnya Tengku Syed Hussain Al-Aidid pada pertengahan abad ke 19, wilayah di sekitar masjid Aceh terus berkembang. Para penduduk tidak hanya menjadikan kawasan tersebut sebagai pusat perdagangan, namun juga menjaga
keaslian bangunan agar mampu menarik wisatawan.
(GENERASI ACEH MANDIRI)
Diolah dari berbagai sumber
Posting Komentar