Harjanto Sudarsono masih duduk di bangku perguruan tinggi saat menerima warisan usaha fotokopi dari orang tuanya. Saat itu usianya baru sekitar 22 tahun. Karena harus meninggalkan bangku kuliah, ia menerima warisan usaha tersebut dengan terpaksa. "Saya mendapatkan warisan usaha itu setelah ayah saya meninggal dunia tahun 1992," katanya.
Saat jatuh ke tangannya, usaha orang tuanya masih berupa bisnis fotokopi biasa. Untuk menjalankan usaha ini, orang tua Harjanto menyewa sebuah kios di salah satu pasar tradisional di Bogor, Jawa Barat.Usaha ini telah dirintis orang tua Harjanto sejak tahun 1987. Ia mengaku, pada mulanya tidak tertarik menekuni bisnis fotokopi. Terlebih, dia harus meninggalkan bangku kuliah. "Namun kedua kakak saya tidak bisa melanjutkan usaha ini, akhirnya saya terpanggil," ujarnya.
Banyak tantangan yang dihadapinya saat meneruskan usaha ini. Di antaranya, utang ayahnya di bank senilai hampir Rp 100 juta yang harus dilunasi.
Tapi, ia tidak patah arang. Meski diawali dengan keterpaksaan, ia tetap berkomitmen membangun usaha yang sudah dirintis ayahnya itu. Harjanto bahkan tidak sungkan membongkar pasang mesin fotokopi sendiri agar bisa mendapatkan hasil cetakan fotokopi terbaik.
Agar biaya produksi lebih irit, ia kerap membeli mesin fotokopi bekas yang sudah rusak lantaran harganya lebih miring. Mesin tersebut kemudian diperbaikinya sendiri.
Awalnya, ia mengaku awam soal mesin fotokopi. "Kadang dibohongi teknisi, sparepart dimainkan. Tapi, saya terus belajar sampai bisa bongkar pasang sendiri," tandasnya.
Lambat laun, bisnis yang dikelolanya mulai menunjukkan peningkatan hasil. Tahun 1993, ia pun memindahkan lokasi usahanya ke Jalan Veteran, Bogor. Di tempat baru ini usahanya semakin berkibar.
Bahkan ia terus melakukan ekspansi usaha dengan membuka sejumlah cabang fotokopi. Tahun 1996, sebagai contoh, Harjanto membuka cabang di Cibinong, Bogor.
Setahun berselang, ia memutuskan untuk mendirikan bendera usaha bernama PT Xerography Indonesia. Hal itu dilakukan bersamaan dengan pembukaan cabang fotokopi pertama di Jakarta.
Sembari berekspansi, ia terus melunasi utang orang tuanya di bank dengan cara mencicil. "Utang itu berhasil saya lunasi di tahun 2000-an," ujarnya.
Saat ini, PT Xerography telah berkembang menjadi perusahaan fotokopi sekaligus percetakan. Untuk fotokopi, tersedia layanan mulai fotokopi hitam-putih, warna, dan digital. Sementara percetakan menyediakan layanan cetak offset konvensional dan cetak digital.
Pelanggannya juga meliputi hampir semua kalangan, mulai dari pelajar, perusahaan, hingga artis yang ingin menerbitkan buku biografi. "Banyak di antara mereka yang ingin menggandakan dokumen, cetak majalah, poster, dan billboard," jelasnya.
Hingga saat ini, PT Xerography masih terus ekspansi. Maret 2012, perusahaan ini kembali membuka cabang ke tujuh di Jalan Gandaria, Jakarta Selatan. Dengan mempekerjakan 150 karyawan, ia bisa meraup omzet ratusan juta rupiah per hari. Harjanto ternyata menaruh perhatian besar pada para karyawannya. Bila ada karyawan yang potensial, tak segan ia menyertakan mereka dalam pendidikan atau pelatihan agar potensinya semakin berkembang.
Bagi Harjanto, karyawan bukan sebatas aset, melainkan juga rekan dalam mengembangkan bisnis. Oleh karena itu, ia tidak segan menyertakan karyawannya dalam program pendidikan atau pelatihan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. “Pernah dua orang, kami ikutkan training mesin di Singapura. Tahun ini, rencananya ada karyawan yang diajak ke Jerman ikut melihat pameran mesin fotokopi,” ujarnya.
Sejauh ini, sudah sekitar 20% karyawan Harjanto mendapatkan kesempatan belajar sembari bekerja. Menurutnya, hal ini penting bagi pengembangan diri si karyawan.
Harjanto bilang, kesempatan mengikuti pelatihan diberikan berdasarkan penilaiannya terhadap potensi karyawan yang bersangkutan. Misalnya, ada office boy yang cerdas akhirnya diberi kesempatan belajar bahasa Inggris. “Atau ada yang kelihatannya jago gambar tata ruang, ya kami beri kesempatan belajar itu,” ujar pria kelahiran Bogor tahun 1969 itu.
Ia membayangkan di masa depan, karyawan-karyawan itulah yang akan membantunya mengembangkan PT Xerography Indonesia (XG). Apalagi, ia punya sejumlah mimpi yang masih ingin diwujudkan. Termasuk pengembangan divisi percetakan.
Untuk itu, ia ingin karyawannya melihat XG bukan sebatas sebagai tempat bekerja melainkan juga tempat belajar. “Setahu saya kompetitor yang seperti kami. Jadi kami menyediakan waktu pada karyawan yang kami gaji untuk belajar,” katanya bangga.
Hanya saja, ia mengaku, kebijakannya ini kadang kala membuatnya kesal. Yakni saat karyawan yang sudah mendapatkan kesempatan belajar tiba-tiba pindah kerja ke tempat lain.
Ia mengaku cukup banyak karyawannya yang kemudian pindah kerja ke kompetitor usaha sejenis. Termasuk karyawan yang sudah mendapatkan kesempatan training mesin fotokopi di Singapura. Harjanto pun berusaha melakukan pembenahan manajemen sumber daya manusia di XG, agar karyawannya betah dan tidak mudah pindah kerja ke tempat lain. “Kami lagi siapkan sistem manajemen sehingga nanti bahkan karyawan yang keluar itu merasa ingin masuk XG lagi," ujarnya.
Setelah terjun ke dunia digital printing, Harjanto kini juga tengah menyiapkan langkah mengembangkan bisnis XG Cyber. Di tahapan ini, XG akan mulai mengembangkan pelayanan pencetakan lewat dunia maya.
Selain itu, Harjanto juga tengah berancang-ancang melakukan ekspansi usaha dengan cara membuka kesempatan waralaba XG, agar layanannya bisa dinikmati di seluruh Indonesia. "Itu jangka panjangnya ya, mungkin tahun depan mulai coba menjajaki waralaba. Yang jelas usaha saya fokus mengembangkan bisnis percetakan dan fotokopi ini," pungkasnya.
Harjanto optimistis bisnis percetakan dan fotokopi miliknya akan terus berkembang karena memang banyak orang yang membutuhkan. "Kami akan fokus pada percetakan laporan tahunan perusahaan, majalah internal institusi, hingga pelbagai buku," imbuhnya.
Banyak tantangan yang dihadapinya saat meneruskan usaha ini. Di antaranya, utang ayahnya di bank senilai hampir Rp 100 juta yang harus dilunasi.
Tapi, ia tidak patah arang. Meski diawali dengan keterpaksaan, ia tetap berkomitmen membangun usaha yang sudah dirintis ayahnya itu. Harjanto bahkan tidak sungkan membongkar pasang mesin fotokopi sendiri agar bisa mendapatkan hasil cetakan fotokopi terbaik.
Agar biaya produksi lebih irit, ia kerap membeli mesin fotokopi bekas yang sudah rusak lantaran harganya lebih miring. Mesin tersebut kemudian diperbaikinya sendiri.
Awalnya, ia mengaku awam soal mesin fotokopi. "Kadang dibohongi teknisi, sparepart dimainkan. Tapi, saya terus belajar sampai bisa bongkar pasang sendiri," tandasnya.
Lambat laun, bisnis yang dikelolanya mulai menunjukkan peningkatan hasil. Tahun 1993, ia pun memindahkan lokasi usahanya ke Jalan Veteran, Bogor. Di tempat baru ini usahanya semakin berkibar.
Bahkan ia terus melakukan ekspansi usaha dengan membuka sejumlah cabang fotokopi. Tahun 1996, sebagai contoh, Harjanto membuka cabang di Cibinong, Bogor.
Setahun berselang, ia memutuskan untuk mendirikan bendera usaha bernama PT Xerography Indonesia. Hal itu dilakukan bersamaan dengan pembukaan cabang fotokopi pertama di Jakarta.
Sembari berekspansi, ia terus melunasi utang orang tuanya di bank dengan cara mencicil. "Utang itu berhasil saya lunasi di tahun 2000-an," ujarnya.
Saat ini, PT Xerography telah berkembang menjadi perusahaan fotokopi sekaligus percetakan. Untuk fotokopi, tersedia layanan mulai fotokopi hitam-putih, warna, dan digital. Sementara percetakan menyediakan layanan cetak offset konvensional dan cetak digital.
Pelanggannya juga meliputi hampir semua kalangan, mulai dari pelajar, perusahaan, hingga artis yang ingin menerbitkan buku biografi. "Banyak di antara mereka yang ingin menggandakan dokumen, cetak majalah, poster, dan billboard," jelasnya.
Hingga saat ini, PT Xerography masih terus ekspansi. Maret 2012, perusahaan ini kembali membuka cabang ke tujuh di Jalan Gandaria, Jakarta Selatan. Dengan mempekerjakan 150 karyawan, ia bisa meraup omzet ratusan juta rupiah per hari. Harjanto ternyata menaruh perhatian besar pada para karyawannya. Bila ada karyawan yang potensial, tak segan ia menyertakan mereka dalam pendidikan atau pelatihan agar potensinya semakin berkembang.
Bagi Harjanto, karyawan bukan sebatas aset, melainkan juga rekan dalam mengembangkan bisnis. Oleh karena itu, ia tidak segan menyertakan karyawannya dalam program pendidikan atau pelatihan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. “Pernah dua orang, kami ikutkan training mesin di Singapura. Tahun ini, rencananya ada karyawan yang diajak ke Jerman ikut melihat pameran mesin fotokopi,” ujarnya.
Sejauh ini, sudah sekitar 20% karyawan Harjanto mendapatkan kesempatan belajar sembari bekerja. Menurutnya, hal ini penting bagi pengembangan diri si karyawan.
Harjanto bilang, kesempatan mengikuti pelatihan diberikan berdasarkan penilaiannya terhadap potensi karyawan yang bersangkutan. Misalnya, ada office boy yang cerdas akhirnya diberi kesempatan belajar bahasa Inggris. “Atau ada yang kelihatannya jago gambar tata ruang, ya kami beri kesempatan belajar itu,” ujar pria kelahiran Bogor tahun 1969 itu.
Ia membayangkan di masa depan, karyawan-karyawan itulah yang akan membantunya mengembangkan PT Xerography Indonesia (XG). Apalagi, ia punya sejumlah mimpi yang masih ingin diwujudkan. Termasuk pengembangan divisi percetakan.
Untuk itu, ia ingin karyawannya melihat XG bukan sebatas sebagai tempat bekerja melainkan juga tempat belajar. “Setahu saya kompetitor yang seperti kami. Jadi kami menyediakan waktu pada karyawan yang kami gaji untuk belajar,” katanya bangga.
Hanya saja, ia mengaku, kebijakannya ini kadang kala membuatnya kesal. Yakni saat karyawan yang sudah mendapatkan kesempatan belajar tiba-tiba pindah kerja ke tempat lain.
Ia mengaku cukup banyak karyawannya yang kemudian pindah kerja ke kompetitor usaha sejenis. Termasuk karyawan yang sudah mendapatkan kesempatan training mesin fotokopi di Singapura. Harjanto pun berusaha melakukan pembenahan manajemen sumber daya manusia di XG, agar karyawannya betah dan tidak mudah pindah kerja ke tempat lain. “Kami lagi siapkan sistem manajemen sehingga nanti bahkan karyawan yang keluar itu merasa ingin masuk XG lagi," ujarnya.
Setelah terjun ke dunia digital printing, Harjanto kini juga tengah menyiapkan langkah mengembangkan bisnis XG Cyber. Di tahapan ini, XG akan mulai mengembangkan pelayanan pencetakan lewat dunia maya.
Selain itu, Harjanto juga tengah berancang-ancang melakukan ekspansi usaha dengan cara membuka kesempatan waralaba XG, agar layanannya bisa dinikmati di seluruh Indonesia. "Itu jangka panjangnya ya, mungkin tahun depan mulai coba menjajaki waralaba. Yang jelas usaha saya fokus mengembangkan bisnis percetakan dan fotokopi ini," pungkasnya.
Harjanto optimistis bisnis percetakan dan fotokopi miliknya akan terus berkembang karena memang banyak orang yang membutuhkan. "Kami akan fokus pada percetakan laporan tahunan perusahaan, majalah internal institusi, hingga pelbagai buku," imbuhnya.
Sumber : http://peluangusaha.kontan.co.id
Posting Komentar